Liputan6.com, Jakarta Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan sejumlah pernyataan terkini terkait Pemilihan Umum atau Pemilu.
Salah satunya SBY mempertanyakan kegentingan perubahan sistem pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 yang berjalan. Dia menilai, tidak tepat jika mengambil jalan pintas untuk mengubah sistem pemilu, padahal tidak ada kegentingan.
Baca Juga
"Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan? Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini," ujar SBY dikutip dari keterangannya pada Minggu (19/2/2023).
Advertisement
Tak hanya itu, SBY juga mengingatkan lembaga negara eksekutif maupun yudikatif jangan menggunakan kekuasaannya dalam mengubah sistem pemilu. Hal ini menanggapi gugatan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, dalam negara demokrasi, perubahan yang fundamental perlu melibatkan rakyat. Ada mekanisme referendum yang formal atau jajak pendapat yang tidak terlalu formal.
"Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan 'hajat hidup rakyat secara keseluruhan'," papar SBY.
Berikut sederet pernyataan terkini Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Pemilihan Umum atau Pemilu dihimpun Liputan6.com:
1. Kritisi Gugatan Perubahan Sistem Pemilu
Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanyakan kegentingan perubahan sistem pemilu di tengah tahapan Pemilu 2024 yang berjalan.
Dia menilai, tidak tepat jika mengambil jalan pintas untuk mengubah sistem pemilu, padahal tidak ada kegentingan.
"Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan? Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini," ujar SBY dikutip dari keterangannya pada Minggu (19/2/2023).
Advertisement
2. Sebut Perubahan Sistem Pemilu Seharusnya Dilakukan saat Tenang
Menurut SBY, seharusnya perubahan sistem pemilu dilakukan ketika dalam kondisi tenang. Akan lebih bagus lagi, lanjut dia, ketika dilakukan dengan berembug bersama. Bukan diambil jalan pintas melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi seperti saat yang dilakukan sejumlah orang saat ini.
"Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," ujar SBY.
SBY mengakui sistem pemilu memang perlu ditata agar lebih baik. Tetapi untuk penyempurnaannya jangan hanya berkutat di perubahan sistem proporsional tertutup atau sistem proporsional terbuka.
"Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka - tertutup semata," ujar Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
3. Ingatkan Lembaga Negara Jangan Seenaknya Gunakan Kekuasaan Ubah Sistem Pemilu
Kemudian SBY mengingatkan lembaga negara eksekutif maupun yudikatif jangan menggunakan kekuasaannya dalam mengubah sistem pemilu. Hal ini menanggapi gugatan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, dalam negara demokrasi, perubahan yang fundamental perlu melibatkan rakyat. Ada mekanisme referendum yang formal atau jajak pendapat yang tidak terlalu formal.
"Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan 'hajat hidup rakyat secara keseluruhan'," papar SBY.
Advertisement
4. Ubah Sistem Pemilu Harus Dengarkan Rakyat
SBY menuturkan, mengubah sistem pemilu bukan pengambilan kebijakan biasa. Rakyat perlu diajak bicara dan didengar pendapatnya.
"Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan (policy) biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional (kebijakan pembangunan misalnya)," katanya.
Ketua Majelis Tinggi Demokrat ini memandang tidak bijak bila masalah perubahan sistem pemilu diserahkan sepenuhnya kepada kekuasaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan nilai warisan pendiri bangsa yaitu musyawarah mufakat.
"Mengatakan 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa', untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik 'yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah', tentu juga bukan pilihan kita," ujar SBY.
5. Jangan Sampai Keliru
Menurut SBY, rakyat perlu diberitahu apa perbedaan sistem proporsional tertutup atau sistem coblos partai dengan sistem proporsional terbuka atau sistem coblos caleg.
"Rakyat sungguh perlu diberikan penjelasan tentang rencana penggantian sistem pemilu ini, karena dalam pemilihan umum merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi," terang SBY.
SBY tidak ingin menyampaikan setuju atu tidak setujunya dengan sistem pemilu terbuka atau tertutup. Ia ingin mengingatkan bahwa apa yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi merupakan perubahan fundamental. Jangan sampai keputusan Mahkamah Konstitusi keliru.
"Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," jelas SBY.
Advertisement